:::: MENU ::::
  • KAJIAN TAFSIR

  • KAJIAN UMUM


--izzuddin abdurrahim adnan—

Ibarat kata, NU itu perempuan cuuaaaaantik sekali; ibarat gitar, ia adalah gitar spanyol, lekukan tubuhnya itu aduhaiii mirip pinggulnya miss univers; Orang Madura bilang pinggulnya Nakér Lémas, alisnya Nangghâl sakélan, betisnya Podhâk Nyongsang, bibirnya berisi menggairahkan bak Jhârruk Saloné, lentik bulu matanya aihhhhh Nyekkar Tanjhung. Maka gaesss, tidak heran, di musim pilpres seperti saat ini NU selalu dan akan senantiasa menjadi primadona, menjadi kroyokan sana-sini, menjadi magnet yang sangat kuat, menjadi ajang bancakan untuk mendulang suara. Seolah-olah, siapa dapat menggaetnya, dialah pemenangnya. Sungguh wajar memang, sebab sebagaimana kita tahu NU merupakan organisasi dengan basis massa terbesar, bukan hanya di Indonesia tapi juga di dunia internasional.
Jokowidodo –dalam hal ini- lebih dahulu menjalankan strateginya. Dia menang satu langkah dengan memilih wakil dari Pentholan NU, KH. Ma’ruf Amin dibanding Prabowo. Dia tahu akan diuntungkan dalam hal ini, sebab jajaran struktural NU mulai dari pengurus besar, wilayah, cabang, sampai ranting akan serta merta berkomitmen mendukungnya, seperti apa yang sering dikatakan Ma’ruf Amin di berbagai kesempatan. Di tambah lagi adanya Yenny Wahid dengan Gusduriannya, dan Khofifah melalui Muslimat NUnya. Pun pula, jangan Lupa ada Kiai Karismatik, sesepuh NU dan Partai Persatuan Pembangunan KH. Maimun Zubair yang sangat kuat pengaruhnya dikalangan NU juga santri. Dikokohkan lagi adanya Gus Yasin Maimun (Wakil Gubernur Jawa Tengah) kekuatan pendukungnya akan menambah signifikan suara.
Di kubu sebelah, tentu tidak mau kalah dengan rivalnya, Badan Pemenangan Nasional (BPN) pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menggandeng pengasuh Pondok Pesantren Al-Farros, KH Irfan Yusuf atau akrab disapa Gus Irfan, sebagai juru bicara. Yang Notabene merupakan darah biru Nahdlatul Ulama karena merupakan cucu dari salah satu pendiri NU, KH Hasyim Asyari. Di kubu ini juga ada Gus Najih Maimoen dan Gus Wafi Maimun, Gus Sholah dan Kiai Samsul yang tidak bisa disepelekan pengaruhnya.
Inilah hebatnya NU, “perpecahan”, beda pilihan, “tukaran” saya lihat malah sebagai energy positif dan bentuk kepiawaian orang NU dan Ulama NU dalam berpolitik. Ini berarti orang-orang NU ada di mana-mana untuk menjaga agama dan mengendalikan NKRI.
Semisal di kubu 02, sebenarnya tak terbantahkan lagi banyak islam “radikal” (keras dalam artian memilih jalan Nahi Munkar), ada juga ustadz, maaf “gadungan” ustadz abal-abal (yang mentasrif aja keliru, tidak paham beda mufrod dan jama’), banyak juga pendukung dari eks HTI yang telah dibubarkan. Dengan adanya Gus Najih dan Gus Wafie yang tidak diragukan lagi keilmuan dan keulama’anya secara langsung tidak langsung mampu mendapingi agar yang radikal tidak kebablasan, yang goblok tidak keterlaluan. Yang ghuluw jadi waras. Mampu mempengaruhi arah politik demi kejayaan islam. Selaras apa yang dikatakan Gus Najih ketika menanggapi Doa Neno yang dianggap berlebihan, beliau kurang lebih mengatakan bahwa “memang mbak Neno itu awam ilmu agama tapi ghiroh keislamannya kuat”. Beliau juga mengatakan bahwa salah satu alasan di kubu 02 adalah untuk menjaga.
Sebaliknya, di kubu 01 dengan banyaknya orang NU, secara langsung maupun tidak akan menjaga agar orang abangan di PDI, Golkar, PSI dan partai-partai yang bukan berbasis islam misalnya, tidak keluar terlampau jauh dari rel keislaman. Bahkan saya pernah mendengar seorang kiai NU, ketika di tanya wartawan, mengapa malah bergabung di PDIP bukan di partai Islam? Beliau menjawab, “Soale neng partai Islam wes akeh seng pinter ngaji dan ngimami, aku tak ngimami neng PDI ae…”.
Jadi Gaessss santai saja, biasa saja, jika ada kiai NU saling serang dengan argument yang keras, memang harus begitu, mereka harus berperan sebaik mungkin di posisinya masing-masing. Tidak mungkin sebagai “rival” politik bermesraan, tidak “berseteru”. Perpecahan yang terlihat di tubuh NU dan orang-orang NU saya kira bukanlah perpecahan dalam arti sebenarnya (jelek / rusak). Akan tetapi perpecahan untuk menjaga Islam dan menyatukan NKRI dalam kancah kebhinekaan. Ini adalah siyasah dan anugerah bagi kita sebagai orang NU memiliki ulama-ulama, pemimpin dan panuta yang kredibel, memiliki tiga kualitas. Yaitu, Ilmul ‘Ulama’, Hikmatul Hukama’, dan Siyasatul Mulk.
Dan yang kecelik serta nangis-nangis, njengking-njengking adalah iblis, baik minal jinnati wan –nas yang selalu membisikkan perpecahan dan pertumpahan darah, ternyata tidak berhasil mengelabuhi. Sebaliknya perpecahan itu berbuah persatuan dan kesatuan bangsa. NU sebagai objek yang diakali, berbalik menjadi Subjek seng ngakali Iblis. Wallahu a’lam.

Transkrip : izzuddin abdurrahim adnan

HEBATNYA SIYASAH ULAMA' NU  : BAROKAHE “TUKARAN”
SELENGKAPNYA KLIK LINK DI BAWAH 

0 komentar:

Posting Komentar

A call-to-action text Contact us